Gizi Buruk di Tanah yang Kaya


sumber foto: okenews.com

Kini Indonesia kembali dicengangkan oleh masalah gizi dan penyakit campak yang terjadi di Asmat, Papua. (Dilansir dalam IDN Times) Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar menyampaikan tiga hal yang menjadi penyebab utama Papua dilanda gizi buruk, yaitu akses tempat tinggal yang jauh, kurangnya persediaan obat, dan kekurangan tenaga medis. Adapun penyebab lansungnya (dilansir dari presidenri.go.id)  sampai saat ini masih dalam proses pengkajian oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek  yang bekerja sama dengan Menteri Sosial Idrus Marham, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kejadian Luar Biasa (KLB) atau yang merupakan salah satu status yang diterapkan untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit memang banyak mengundang banyak sektor dalam proses pembenahannya. Hal ini sedikit banyaknya akan menambah beban kerja rumah tangga pemerintah.

Gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu kondisi dimana seseorang akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal, atau cenderung terlambat. Hal ini akan sangat berbahaya bila gizi buruk terjadi pada masa emas pertumbuhan dan juga biasanya akan diperparah dengan penyakit yang menyertai seperti diare, ISPA, tuberculosis, cacingan, malaria, dan HIV/ AIDS  karena penurunan daya tahan tubuh dan ketidakoptimalan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi. Antisipasi dari gizi buruk yang dapat diamati adalah melalui antropometri yang dapat dibandingkan dengan tabel parameter standar yang ada, atau biasanya pada anak-anak dapat dilihat dalam grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS, meskipun pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk menentukan gizi buruk ringan dan sedang (dilansir dalam jurnal Mandala of Health, vol 4, no 1, Januari 2010 oleh Diah Krisnansari).    
Dengan kata lain gizi buruk adalah tidak tercukupinya komposisi eksternal yang seharusnya mengisi tubuh kita dan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pangan. Lalu bagaimana bisa fenomena ini terjadi di daratan Papua yang seperti kita tahu bahwa notabennya adalah daratan hijau yang sangat subur?

Sampai saat ini pemberdayaan manusia dan faktor lingkungannya masih hangat dibicarakan menjadi sebuah lingkaran setan yang menjadi target kesalahan dari masalah ini. Sangat memprihatinkan mengingat ketimpangan sumber daya manusia antara Indonesia bagian barat dan timur. Kondisi memprihatinkan ini juga semakin miris dengan adanya fakta bahwa di daratan papua ada  “Freeport” yang seharusnya kita harapkan dapat menjadi antisipasi untuk sedikit banyaknya menyeimbangkan kesejahteraan di Indonesia bagian timur, yang selanjutnya kesejahteraan itu dapat membangun sumber daya manusia setempat untuk menyeimbangkan ketimpangan yang terjadi.
     
            Kejadian luar biasa ini setidaknya dapat memberikan gambaran kasar mengenai ketimpangan yang masih sangat jelas karena banyak siklus antar sektor yang tidak berjalan berkesinambungan, baik itu sumber daya manusia hingga ke sosial budaya dan perekonomian masyarakatnya. Masalah ini juga sebenarnya merupakan peluang besar pada para inventor-inventor tanah air untuk membuat inovasi-inovasi terbarukan yang dapat dimanfaatkan.  Ada pepatah yang mengatakan “tak ada sedikitpun ilmu yang tidak bermanfaat”. Hal kecil lain yang dapat kita lakukan adalah dengan membiasakan diri  menghabiskan makanan yang kita dapat serta menanamkan rasa bersyukur pada diri sendiri saat mendapat apa yang bahkan orang lain tak dapat menikmatinya. Tidak terlalu berdampak langsung pada perubahan nyata yang serentak namun pembentukan karakter, sekecil apapun adalah modal dasar menuju sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
                      

Komentar

Postingan Populer