Bila Kau Mengerti

Jika saja saat ini tidak turun hujan maka aku akan memaafkannya, iya, karena hujan.

Aku masih ingat bagaimana cara kerja bumi berotasi, bumi berotasi dengan sangat hati-hati hingga banyak manusia yang tidak sadar jika Ia bergerak diatas benda yang berputar. Dan mulai saat itu aku hanya sedikit terkapar tak peduli hingga hal ini benar-benar menggangguku.

Hawa dingin dan kepingan-kepingan gelap yang terangkum dalam malam membawaku untuk tetap waspada akan apapun yang bisa datang karena aku berada diluar rumah dan juga penglihatanku yang sangat bergantung pada pencahayaan. Dan benar saja ada yang datang. Menyerangku.

"Mengapa kau sendirian"

"Hmm.." aku bergumam ingin menghentikannya namun ini seperti 'senjata makan tuan' setelah aku mendengar lanjutannya.

"... ditengah sunyi ini?"

Mataku terpaku, juga langkah-langkahku. Dia benar-benar menyerangku dengan serangan yang seperti angin. Tak dapat kau lihat tetapi dapat kau rasakan. Banyak hal tentang sunyi, tapi aku yakin sunyi yang iya maksud adalah sunyi yang kurasakan, bahkan sunyi yang telah menghantuiku.

"Aku tak memaksamu untuk memberi respon dengan pertanyaanku. Aku hanya bingung untuk memulai basa-basi apa yang harus ku katakan. Aku hanya ingin mengantarmu, sungguh"

Aku berdeham lagi tak sanggup melihatnya, kata-katanya sangat ringan dan tulus, dan juga bagiku sangat berat untuk mencernanya. Aku domba yang tertangkap basah oleh srigala. Basah karena kehujanan.

Dihari naas itu aku tak dapat menahan segala angan jiwa yang tertekan oleh angan logikaku. Logika yang amat sangat bodoh. Aku sangat letih dan tak dapat berpura-pura lagi untuk tetap terlihat menyenangkan didepan orang. Aku sangat lelah untuk mempertahankan hal sederhana hingga hal itu berubah sangat runyam dan fatal.

"Jika kau mau, aku bisa menemani setiap malammu, setiap gelapmu meski hanya diperjalananmu"

Aku terkalut dalam diam menyalahkan diriku sendiri sekigus menerima kemenangan yang fana atas diriku yang lain. Lalu tak benar-benar puas, bahkan aku dipermalukan dan mencoba melapangkan dadaku lagi hingga rasanya tidak terlalu seperti tak benar-benar puas seperti itu. Sejak saat itu baru aku dapat menjabarkan semuanya, aku mulai paham.

Lalu pada saatnya dimana diriku sangat paham, akulah yang dibinasakan. Aku sudah sangat paham dan tetap dapat tertawa untuk dapat menyenangkan dihadapan orang. Aku sungguh sudah dapat mengaturnya hingga pada saat hujan turun, barulah...

Saat hujan turun, aku mempermalukan diriku sendiri dengan sangat menyedihkan. Rasanya seperti tepat diposisi bawah saat bumi berotasi, dan untuk hujan. Ialah awal segalanya. Segala yang menyadarkanku, sebuah hal diatas paham yang bersatu padu untuk menyerangku hari itu.

Tiba-tiba hujan turun membasahiku, tidak. Ia turun untuk mempermalukannku lagi, mengingatkanku tentang sebuah kata sadar. Seperti hujan yang sama seperti waktu itu. Dan aku tersadar kembali, sama seperti waktu itu. Aku menarik nafas dalam, marasakan semua yang ada pada hujan dan gelap.

Dan aku memberanikan diriku ditengah-tangah atmosfer yang gelap, aku berhenti dan membalikan badan kearahnya lalu berhasil mengeluarkan suara dibawah hujan "Hanya bila kau mengerti".

"Dan aku rasa, aku sangat mengerti"

Lalu malam itu aku membalikannya pada hujan dengan tersenyum padanya.

Komentar

Postingan Populer