Makalah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan : PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010
*NB: mata kuliah semester 2
“PERMENKES RI
NO 1464/MENKES/PER/X/2010”
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Etikolegal Dalam Praktik
Kebidanan
Dosen pengampu: Retno Dumilah, M. Keb.
Oleh:
Trieska Oktaverinda P17324416005
Aprisa Silayani P17324416024
Reckha Puspa Pamah P17324416022
POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN RI BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2017
KATA PENGANTAR
بسم االله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum, wr. wb.
Puji syukur saya
panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini, tepat pada waktunya dan kepada Nabi besar Muhammad SAW. yang membawa
kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang lebih baik, berlimpah ilmu
pengetahuan.
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etikolegal dalam Praktik
Kebidanan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami dengan mudah dan juga
berguna, khususnya pada sesama mahasiswi yang masih dalam proses belajar dan
tentunya kepada para membaca. Kami mohon
maaf atas segala kesalahan kata-kata yang mungkin kurang berkenan, dan kembali
lagi kami memohon kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang
mendatang.
Wassalamualaikum wr.wb.
Karawang, 21 Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ............................................................................ i
KATA
PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR
ISI .................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ............................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan ................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Permenkes No. 1464/MENKES/PER/X/2010 ................................ 3
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan
............................................................................... 16
B. Saran
............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tiap profesi
pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya mempunyai batas jelas
wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar
wewenang yang sudah tertulis. Dengan pesatnya globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/ penyimpangan etik yang
akan mempengaruhi pelayanan kebidanan, misalnya dalam praktek mandiri, bidan
yang bekerja di RS, RB atau institusi kesehatan lainnya.
Mutu pelayanan
kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan
akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan.
Bidan sebagai
salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk
pembangunan dalam negara, salah satunya dalam aspek kesehatan. Maka diperlukan
adanya Peraturan ataupun Undang-Undang Kesehatan yang memuat Registrasi dan
Praktik Bidan termasuk didalamnya mengenai Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan seperti yang diatur dalam PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja
ketentuan umum yang termuat didalam Permenkes RI No 1464/menkes/per/x/2010 ?
2. Bagaimana Izin
Praktik Bidan ?
3. Bagaimana
Penyelenggaraan Praktik Bidan ?
4. Bagaimana
Pencatatan dan Pelaporan dalam Praktik Bidan ?
5. Bagaimana
Pembinaan dan Pengawasan dalam Praktik Bidan ?
6. Bagaimana
Ketentuan Peralihan dalam Praktik Bidan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah etikolegal dalam praktik kebidanan, dan juga semoga pembaca
dapat mengetahui dan memahami isi dari Permenkes 1464 tahun 2010 tentan Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan sehingga bisa diterapkan bagi yang
bersangkutan dan membantu meningkatkan mutu dibidang pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
PERMENKES
TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
PERMENKES RI NO
1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang
diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan
untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar
profesi, dan standar operasional prosedur.
7. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
PERIZINAN
Pasal 2
(1) Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus
berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2) Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib
memiliki SIPB.
(3) SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. Fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki
Surat Izin Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas
pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga)
lembar;
e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
atau pejabat yang ditunjuk; dan
f. Rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR
belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
Pasal 5
(1) SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(2) Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf e tidak diperlukan.
(3) Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus
disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di
1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat
diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2)Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan
melampirkan:
a.Fotokopi SIKB/ SIPB yang lama;
b. Fotokopi STR;
b. Fotokopi STR;
c. Surat keterangan sehat fisik dari
dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6
cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat
yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.Rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
a. Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b. Masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang.
c. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi:
a. Pelayanan kesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak; dan
a. Pelayanan kesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak; dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
Pasal 10
(1)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa
nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c. Pelayanan persalinan normal;
d. Pelayanan ibu nifas normal;
e. Pelayanan ibu menyusui; dan
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c. Pelayanan persalinan normal;
d. Pelayanan ibu nifas normal;
e. Pelayanan ibu menyusui; dan
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)BIdan dalam
memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a. Episiotomi;
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. Pemberian
tablet Fe pada ibu hamil;
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air
susu ibu eksklusif;
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum;
h. Penyuluhan dan konseling;
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. Pemberian surat keterangan kematian; dan
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. Pemberian surat keterangan kematian; dan
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1)Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
(2)Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali
pusat;
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk;
c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah;
f. Pemberian konseling dan penyuluhan;
g. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h. Pemberian surat keterangan kematian.
g. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h. Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana; dan
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom.
Pasal 13
(1)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi
dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan;
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan;
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra
sekolah dan anak sekolah;
f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
dan penyakit lainnya;
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.
(2)Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan
antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan
deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan
yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1)Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang
tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku.
Pasal 15
(1)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan
bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai
pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan
pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III
Kebidanan.
(2)Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan
bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung
jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah
yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1)Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi
persyaratan meliputi:
a. Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan
asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi,
anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b. Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk
persalinan; dan
c. Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2)Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1)Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban
untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan;
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat
ditangani dengan tepat waktu;
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan
lainnya secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik
kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2)Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang
tugasnya.
(3)Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus
membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien
dan/atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar;
dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan
melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan
praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat
untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang
bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap
triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
Pasal 23
(1)Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini.
(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
b. Teguran tertulis;
c. Pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu)
tahun; atau
d. Pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)Pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada
kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)
terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa
memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2)Pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan
pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai
SIKB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1)Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB
berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis
jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga
Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan
tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan
sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini
paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
b.Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 1464/menkes/per/x/2010 mengenai Izin dan Pelaksanaan
Praktik Bidan dapat digolongkan dalam VII BAB, diantaranya tentang beberapa
ketentuan umum, Perizinan, Penyelenggaraan Praktik, Pencatatan dan Pelaporan,
Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
B.
Saran
Bagi Mahasiswa diharapkan makalah ini dapat menambah
pengetahuan sehingga dapat memahami konsep izin dan penyelenggaraan praktik
kebidanan dan untuk petugas–petugas kesehatan
diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
dalam bidang kebidanan serta menerapkan apa yang termuat dalam Permenkes RI No
1464.
DAFTAR PUSTAKA
Puji Wahyuningsih, Heni. 2008. Etika Profesi
Kebidanan. Fitramaya: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar