Percabangan Kegilaan
Sama seperti sel kanker yang sudah tertanam disetiap ruas tubuh manusia, hanya menunggu diaktifkan, atau tak aktif selamanya.
Ini seperti materi yang sudah lebih dulu kita alami dibanding teorinya, lalu saat kita mendapatkan materinya kita akan berkata "Oh pantas saja!!".
Lalu...
Sepertinya lamunan Sapardi Djoko Damono yang lewat,
"Aku ingin
Mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api
Yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat diucapkan awan pada hujan
Yang menjadikannya tiada".
Seperti angin yang hanya memberikan sensasi tanpa permisi,
Atau itulah melodinya, sebuah melodi dari lamunan seorang bahaya.
Saat berjuta-juta peluang keoptimalan otak manusia, saat itu juga ada hal yang tersudut sendiri.
Seperti satu partikel debu diantara titik andromeda dan galaksi bima sakti, melancip, tajam.
Dan setelah cerebrumnya bekerja,
Ada pantulan yang sangat menyilaukan, sangat indah,
Namun sudut lancip itu masih tetap lancip,
Entah sampai kapan tetesan air dapat menggerusnya,
Dan saat ditelaah dengan sedikit keajaiban, titik itu adalah percabangan kegilaan,
Tak cukup dengan sadar, butuh sedikit pembiasan dari cahaya lain meski butuh sedikit imajinasi keras untuk mendapatkannya.
Seperti minyak yang selalu ada dikulit manusia.
Samar, diantara sinaps yang implusnya fana.
Komentar
Posting Komentar