Hand Out Gangguan Gerakan Stereotipik dan Schizoprenia

Nb: Semester 2





            TRIESKA OKTAVERINDA
            P17324416005
            JALUM IA
A.   Gangguan Gerakan Stereotipik
Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek yaitu  sistem syaraf, otot, kelenjar endokrin, dan struktur tubuh atau fisik. Sistem syaraf sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi. Otot-otot mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik. Kelenjar endokrin menyebabkan munculnya tingkah laku baru. Struktur fisik atau tubuh meliputi tinggi, berat, dan proporsi. Aspek fisik yang paling penting adalah otak sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi perkembangan. Jika susunan syaraf otak mengalami gangguan, maka hal tersebut berdampak pula pada kemampuan koordinasi fisik motorik anak. Gangguan perkembangan fisik motorik berarti ketidakwajaran yang terjadi pada bagian-bagian tubuh dan menjadi hambatan dalam perkembangan pengendalian jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot-otot yang terkoordinasi.
Stereotypy Adalah gerakan berulang atau ritual dari postur tubuh atau ucapan yang ditemukan pada pasien dengan keterbelakangan mental, gangguan spektrum autisme, tardive dyskinesia dan gangguan gerakan stereotypic lainnya. Gerakan Stereotypies mungkin secara sederhana seperti goyangan tubuh, atau gambaran yang lebih kompleks seperti membelai sendiri, menyilangkan kaki, dan berbaris di tempat. Stereotypy kadang-kadang disebut stimming diautisme, dengan hipotesis bahwa menstimulasi sendiri satu atau lebih indera.

B.   Faktor Penyebab Terjadinya Stereotipik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan cerebral palsy dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan motorik. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mengakibatkan gangguan dalam perkembangan motorik anak. Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami hambatan dalam mencapai kemampuan motorik.
Faktor lain akibat kelainan bawaan, misalnnya karena infeksi TORCH (taksoplasmosis, rubela, cytomegalovirus, dan herpes) serta gangguan plasenta yang mengakibatkan janin tidak dapat berkembang optimal (suplai zat-zat yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi). Juga adanya sejumlah faktor yang mempersulit persalinan, seperti hiperbilirubina (kadar bilirubin di dalam darah melebihi kadar normal) dan hipoksia (kekurangan oksigen) bisa menjadi penyebab terjadinya gangguan perkembangan motorik si bayi di kemudian hari. Akibat yang sama juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah dari 2500 gram serta bayi prematur.
C.   Tanda dan Gejala Stereotipik
Pada masa anak-anak yang melibatkan perilaku motorik yang berulang-ulang & non-fungsional, monoton, & involunter yang mengganggu aktivitas normal, melukai diri,& persistem selama 4 minggu. Epidemiologi dari gangguan ini terjadi lebih banyak pada anak laki-laki.
Contoh:

• melambaikan tangan
• mengangguk-anggukan kepala
• isap jempol
• mengosok- gosok hidung
• nahan nafas
• gigit bagian tubuh sendiri
• gigit kuku


D.   Schizoprenia pada Anak-anak
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikiatri serius yang menyebabkan pemikiran dan perasaan yang aneh serta perilaku yang tidak biasa. Skizofrenia pada anak adalah suatu tipe skizofrenia, yaitu keadaan sakitnya mental secara kronis di mana realita yang ada diinterpretasikan secara abnormal (psikosis), secara esensial sama saja dengan skizofrenia yang terjadi pada dewasa, namun muncul pada fase hidup yang lebih awal. Dalam beberapa kasus bahkan sebelum usia belasan dan memiliki efek yang besar terhadap ketidakmampuan anak dalam menjalankan fungsi hidupnya. Skizofrenia pada anak kadang diistilahkan dengan ‘skizofrenia onset pada anak’ atau ‘skizofrenia onset awal’. Gangguan ini juga kadang digabungkan dengan kondisi serupa yang disebut dengan kelainan spektrum skizofrenia.
Penyakit ini jarang diobservasi sebelum usia 5 tahun dan sering terjadi pada keluarga yang kurang berpendidikan dan sukses pekerjaannya. Intelegensi pasien berkisar antara low-average sampai average. Skizofrenia merupakan gangguan perkembangan neurologis yang ditandai adanya defisit kognitif, afek dan relasi sosial. Walaupun jarang terjadi pada anak-anak, insiden skizofrenia meningkat secara tetap setelah usia pubertas. Gangguan ini seringkali merupakan kondisi kronis, dengan perjalanan penyakit yang panjang.
Pola perilaku sebelum ditegakkannya diagnosa mencakup adanya masalah perhatian/hubungan dengan orang lain, inhibisi pola tingkah laku yang lebih awal, adanya penarikan diri dan anak lebih sensitif. Dikatakan juga bahwa 80% kasus pasien memiliki halusinasi dengar; 50% lainnya memiliki waham.
Penyakit ini bukan merupakan penyakit yang biasa pada anak dan sulit untuk dikenali pada awal masa perkembangan penyakitnya. Penyebab pasti dari skizofrenia masih belum diketahui hingga kini. Penelitian terakhir menyatakan adanya kombinasi dari perubahan pada otak, bio-kimia, genetik dan faktor-faktor lingkungan dapat menjadi penyebab dari skizofrenia. Penegakan diagnosis secepatnya dan penanganan medis yang tepat adalah hal yang penting karena skizofrenia adalah penyakit seumur hidup yang dapat dikontrol namun tidak dapat disembuhkan.
E.   Faktor Penyebab Terjadinya Schizoprenia
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa skizofrenia dapat menurun dalam silsilah keluarga. Gangguan ini hanya muncul dengan kisaran 1 persen dari total populasi, namun akan muncul hingga 10% pada populasi yang memiliki hubungan keluarga dekat dengan penderita skizofrenia, seperti orang tua, ataupun saudara kandung. Hubungan keluarga yang lebih jauh seperti bibi, paman, kakek-nenek, ataupun sepupu juga cenderung memperbesar kemungkinan terkena skizofrenia ini. Risiko tertinggi adalah pada kembar identik yang salah satunya terkena skizofrenia. Pasangan kembarnya tersebut memiliki 40% hingga 65% kemungkinan akan menderita skizofrenia juga.
Penelitian terbaru lainnya menyatakan bahwa skizofrenia mungkin terjadi karena terdapat gen tertentu yang merupakan gen kunci dalam menyebabkan malfungsi dari zat kimia otak yang penting. Masalah ini selanjutnya berakibat pada kemampuan otak untuk berfungsi lebih tinggi. Penelitian tentang gen ini masih terus berlanjut.
Para peneliti juga berpendapat bahwa ketidakseimbangan reaksi kimia yang kompleks pada otak yang melibatkan neurotransmitter seperti dopamin dan glutamat, serta kemungkinan juga neurotransmitter lain, memiliki suatu peranan dalam terjadinya skizofrenia. Neurotransmitter adalah substansi yang mengizinkan sel-sel otak untuk berkomunikasi satu dengan sel lain. Selain itu, juga ditemukan perbedaan struktur antara otak penderita skizofrenia dengan otak orang yang tidak menderita gangguan ini. Misalnya, terdapat perbedaan ukuran ventrikel otak (lebih besar pada orang skizofrenia). Otak penderita skizofrenia juga cenderung memiliki substansia abu-abu yang lebih sedikit, serta beberapa area otak memiliki aktivitas yang berkurang atau justru bertambah daripada seharusnya.
F.    Tanda dan Gejala Schizoprenia pada Anak-anak
Pasien skizofrenia biasanya mendengar suara-suara yang tidak bisa didengar oleh orang lain. Mereka juga mempercayai orang lain dapat membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka ataupun menjebak mereka untuk melukai mereka. Hal-hal seperti ini dapat menakutkan bagi pasien itu sendiri dan menjadikan mereka menarik diri dan lebih sensitif. Pasien skizofrenia dapat juga bicara tanpa maksud yang dapat dimengerti. Mereka bisa duduk selama berjam-jam tanpa bergerak ataupun berbicara. Kadang bisa pula terjadi pasien skizofrenia ini tidak terlihat sakit secara kasat mata sampai mereka membicarakan apa yang mereka pikirkan. Tanda dan gejala dari skizofrenia pada anak meliputi:
·       melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada (halusinasi), terutama suara.
·       memiliki keyakinan yang tidak berdasarkan pada realitas (waham)
kurangnya emosi
·       emosi yang tidak sesuai dengan keadaan sekitar
·       penarikan diri dari lingkungan sosial
·       performa di sekolah yang jelek
·       menurunnya kemampuan untuk mengurus diri
·       kebiasaan makan yang aneh
·       bicara yang inkoheren
·       berpikir tidak logis
·       agitasi (keresahan)
Kesalahan diagnosa pada kasus skizofrenia pada anak sangat biasa terjadi. Kasus ini biasanya dibedakan dengan autisme dengan terdapatnya halusinasi dan waham yang menetap paling sedikit 6 bulan dan, serta onset pada usia 7 tahun atau lebih, sementara kasus autisme biasanya didiagnosa pada usia 3 tahun
G.  Pengaruh Terhadap Perkembangan Anak
a)    Dengan adanya gangguan pada keterampilan motorik, anak tidak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak menjadi murung karena tidak memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan yang ia sukai.
b)    Tanpa ketrampilan motorik, anak tidak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak tida dapat bebas bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan tidak dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menurunkan perkembangan rasa percaya diri.
c) Anak tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas awal-awal sekolah dasar, anak tidak dapat menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris seperti kebanyakan anak normal lainnya.
d)    Perkembangan yang tidak normal memungkinkan anak tidak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan).
            Sumber:
            Fransiska, Yuliana. 2009. “Gerakan Stereotipik pada Anak”. https://yulianafransiska.wordpress.com/2009/06/13/gerakan-stereotpik-pada-anak/. Diakses pada 3 Maret 2017.
Arif, Iman Setiadi, M. Si, psi. 2006. “Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien”. Bandung: Refika Aditama.



Komentar

Postingan Populer